Lupa
dan Transfer Dalam Belajar

Disusun sebagai tugas :
Mata Kuliah :
psikologi pendidikan
Dosen Pengampu : Dra.Tity
Hastuti,M.Pd
Disusun
oleh:
Annisa
Pernada(146410392)
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
Universitas Islam Riau
2014-2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Otak merupakan perangkat yang paling kompleks di
dunia. Trilyunan sel otak memiliki fungsi spesifik tetapi saling berhubungan. Mengendalikan
seluruh aspek fisik dan psikis manusia. Baik secara sadar maupun tak sadar. Kapasitas penyimpanan memori
di dalam otak jauh melebihi kapasitas hardisk komputer terbesar sekalipun. Otak
memiliki kemampuan menangani algoritma rumit secara bersamaan dalam jumlah tak
terbatas, jauh melebihi kemampuan prosesor komputer
tercanggih sekalipun. Tapi sayangnya
manusia tidak mampu mengoptimalkan seluruh potensi otak tersebut, sehingga otak
tidak memungkinkan semua jejak ingatan itu tersimpan terus dengan sempurna,
melainkan berangsur-angsur akan menghilang. Tetapi ketika orang yang
bersangkutan diminta untuk mengingat kembali hal yang sudah mulai terlupakan
sebagian itu.
Manusia cenderung untuk menyempurnakan sendiri bagian-bagian
yang terlupa tersebut dengan cara mengkreasikan sendiri detil-detil cerita itu.
Akibatnya, sebuah cerita tentang suatu peristiwa yang pernah disaksikan oleh
seseorang akan berubah-ubah dari masa ke masa. Makin lama jarak waktu antara
kejadian awal dengan saat berceritera, maka makin banyak perubahannya.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
yang telah di uraikan di atas, adapun yang menjadi rumusan masalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perbedaan
lupa dengan hilang dari ingatan?
2. Bagaimana
faktor-faktor penyebab lupa?
3. Bagaimana usaha-usaha
yang dapat mengurangi lupa?
4. Apa yang dimaksud
dengan transfer dalam?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah yang telah diuraikan diatas,adapun yang menjadi tujuan masalah
dalam makalah iniadalah sebagai berikut:
1. mengetahui perbedaan
lupa dengan hilang dari ingatan
2. mengetahui
faktor-faktor penyebab lupa
3. mengetahui usaha-usaha
yang dapat mengurangi lupa
4. mengetahui
apa yang dimaksud dengan transfer dalam
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Lupa
Lupa ialah peristiwa tidak dapat memproduksikan tanggapan-tanggapan
kita, sedang ingatan kita sehat. (Agus Suyanto, 1993: 46), adapula yang
mengartikan lupa sebagai suatu gejala di mana informasi yang telah disimpan
tidak dapat ditemukan kembali utnuk digunakan. (Irwanto, 1991: 150).
Muhibbinsyah (1996) dalam bukunya yang berjudul psikologi
pendidikan mengartikan lupa sebagai hilangnya kemampuan untuk menyebut kembali
atau memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari secara
sederhana. Gulo (1982) dan Reber (1988) mendefinisikan lupa sebagai ketidak
mampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dialami atau dipelajari,
dengan demikian lupa bukanlah peristiwa hilangnya item informasi dan
pengetahuan dari akal kita.
2.2 Perbedaan Lupa dengan Hilang dari Ingatan
Kerapkali pengertian “lupa” dan “hilang” secara spontan
dianggap sama, padahal apa yang dilupakan belum tentu hilang dalam ingatan
begitu saja. Hasil penelitian dan refleksi atas pengalaman belajar di sekolah,
memberikan petunjuk bahwa segala sesuatu yang pernah dicamkan dan dimasukan
dalam ingatan, tetap menjadi milik pribadi dan tidak menghilang tanpa bekas.
Dengan kata lain, kenyataan bahwa seseorang tidak dapat
mengingat sesuatu, belum berarti hal itu hilang dari ingatannya, seolah-olah
hal yang pernah dialami atau dipelajari sama sekali tidak mempunyai efek
apa-apa. (Winkel, 1989: 291) sejumlah kesan yang telah didapat sebagai buah
dari pengalaman belajar tidak akan pernah hilang, tetapi kesan-kesan itu
mengendap ke alam bawah sadar. Bila diperlukan kembali kesan-kesan terpilih
akan terangkat ke alam sadar.
Penggalian kesan-kesan terpilih bisa karena kekuatan
“asosiasi” atau bisa juga karena kemauan yang keras melakukan “reproduksi”
dengan pengandalan konsentrasi. Oleh karena itu, tepat apa yang pernah
dikemukakan oleh gula (1982) dan Reber (1988) bahwa lupa sebagai ketidakmampuan
mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami.
(Muhibbin Syah, 1999: 151) jadi, lupa bukan berarti hilang, sesuatu yang
terlupakan tentu saja masih dimiliki dan tersimpan di alam bawah sadar,
sedangkan sesuatu yang hilang tentu saja tidak tersimpan dalam alam bawah
sadar.
Gangguan-gangguan yang menyebabkan terjadinya lupa, baik dalam ingatan jangka
panjang maupun jangka pendek ditunjang oleh hasil-hasil penelitian, bahwa
informasi-informasi yang baru didapat membingungkan informasi-informasi yang
lama disebut “inhibisi retroaktif” atau gangguan retroaktif. Sebaliknya, bila
informasi-informasi yang lama menyulitkan orang untuk mengingat kembali
informasi-informasi yang baru dinamakan “inhibisi proaktif” atau gangguan
proaktif. (Mahmud, 1990: 136).
2.3 Faktor Penyebab Lupa
1. lupa terjadi karena gangguan konflik
antara item-item informasi atau materi yang ada dalam sistem memori siswa.
Dalam interfence theory (teori mengenai gangguan), gangguan
konflik ini terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1) proactive interference,
2) retroactive interference (Reber, 1988;
Best, 1989; Anderson, 1990).
Seorang siswa akan mengalami gangguan proaktifapabila materi
pelajaran yang sudah lama tersimpan dalam subsistem akal permanennya mengganggu
masuknya materi pelajaran baru. Peristiwa ini terjadi apabila siswa tersebut
mempelajari sebuah materi pelajaran yang sangat mirip dengan materi pelajaran
yang telah dikuasainya dalam tenggang waktu yang pendek. Dalam hal ini, materi
yang baru saja dipelajari akan sangat sulit diingat adatu diproduksi kembali.
Sebaliknya, seorang siswa akan mengalami gangguan
retroaktifapabila materi pelajaran baru membawa konflik dan gangguan terhadap
kembali materi pelajaran lama yang telah lebih dahulu tersimpan dalam subsistem
akal permanen siswa tersebut. Dalam hal ini, materi pejaran lama kan sangat
sulit diingat atau diproduksi kembali. Dengan kata lain, siswa tersebut lupa
akan materi pelajaran lama tersebut.
2. lupa dapat terjadi pada seorang
siswa karena adanya tekanan terhadap item yang telah ada, baik sengaja ataupun
tidak. Penekanan ini terjadi karena adanya kemungkinan.
a) Karena
item informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan dan sebagainya) yang
diterima siswa kurang menyenangkan, sehingga ia dengan sengaja menekannya
hingga ke alam ketidaksadaran.
b) Karena
item informasi yang baru secara otomatis menekan item informasi yang telah ada,
jadi sama dengan fenomena retroaktif.
c) Karena
item informasi yang akan direproduksi (diingat kembali) itu tertekan ke alam
bawah sadar dengan sendirinya lantaran tidak pernah digunakan.
3.
lupa dapat terjadi pada siswa
karena perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat
kembali (Anderson, 1990). Jika seorang siswa hanya mengenal atau mempelajari
hewan jerapah atau kudanil lewat gambar-gambar yang ada di sekolah misalnya,
maka kemungkinan ia akan lupa menybut nama hewan-hewan tadi ketika melihatnya
di kebun binatang.
4.
lupa dapat terjadi karena
perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses belajar mengajar dengan tekun
dan serius, tetapi karna sesuatu hal sikap dan minat siswa tersebut menjadi
sebaliknya (seperti karena ketidaksenangan kepada guru) maka materi pelajaran
itu akan mudah terlupakan.
5. menurut law of disuse (Hilgard &
Bower 1975), lupa dapat terjadi karena materi pelajaran yang telah dikuasai
tidak pernah digunakan atau dihafalkan siswa. Menurut asumsi sebagian ahli,
materi yang diperlakukan demikian denga sendirinya akan masuk ke alam bawah
sadar atau mungkin juga bercampur aduk dengan materi pelajaran baru.
6. lupa tentu saja dapat terjadi karena
perubahan urat syaraf otak. Seorang siswa yang terserang penyakit tertentu
seperti keracunan, kecanduan alkohol, dan geger otak akan kehilangan ingatan
item-item informasi yang ada dalam memori permanennya.
Meskipun penyebab lupa itu banyak aneka ragamnya, yang
paling penting untuk diperhatikan para guru adalah faktor pertama yang meliputi
gangguan proaktif dan retroaktif, karena didukung oleh hasil riset dan
eksperimen. Mengenai faktor keenam, tentu saja semua orang maklum.Kecuali
gangguan proaktif dan retroaktif, ada satu lagi penemuan baru yang menyimpulkan
bahwa lupa dapat dialami seorang siswa apabila item informasi yang ia serap
rusak sebelum masuk ke memori permanennya. Item yang rusak (decay) itu tidak
hilang dan tetap diproses oleh sistem memori siswa tadi, tetapi terlalu lemah
untuk dipanggil kembali. Kerusakan item informasi tersebut mungkin disebabkan
karena tennggang waktu (delay) antara waktu diserapnya item informasi dengan
saat proses pengkodean dan transformasi dalam memori jangka pendek siswa
tersebut (Best, 1989; Anderson, 1990).
2.3 Usaha-Usaha Mengurangi
Lupa
Sebagai seorang pengajar yang profesional, seorang guru
harus dapat mencegah peristiwa lupa yang sering dialami oleh siswa. Pada
dasarnya lupa dapat ditangani dengan berbagai cara. Apabila materi yang
disajikan kepada siswa dapat diserap, diproses, dan disimpan dengan baik oleh
sistem memori siswa, maka peristiwa lupa tidak terjadi, atau terjadi namun
tidak total. Jadi yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kiat pengjar membuat
sistem memori atau akal siswa agar berfungsi secara optimal untuk memproses materi
yang akan disampaikan. Kiat terbaik yang dapat dilakukan untuk mengurangi lupa
adalah dengan meningkatkan daya ingat akal siswa. Menurut Barlow, Reber, dan
Anderson, kiat-kiat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Overlearning, artinya upaya belajar
yang melebihi batas penguasaan dasar atas materi pelajaran tertentu.
Overlearning dapat terjadi apabila respon atau reaksi tertentu muncul setelah
siswa melakukan pembelajaran atas respon tersebut dengan cara diluar kebiasaan.
Sebagai contoh pembacaan Pancasila setiap hari Senin pada Upacara Bendera
memungkinkan siswa memiliki pemahanan lebih mengenai materi Pendidikan
Pancasila.
2. Extra Study Time adalah upaya
penambahan alokasi waktu belajar atau penambahan frekuensi ( kekerapan ) waktu
aktivitas belajar. Penambahan alokasi waktu belajar materi tertentu, berarti
siswa menambah jam belajarnya. Misalnya, dengan menambah 30 menit waktu belajar
siswa. Sedangkan penambahan frekuensi belajar berarti meningkatkan kekerapan
belajar materi tertentu, misalnya dari sekali sehari menjadi dua kali sehari.
3. Menemonic Device Muslihat memori
atau mnemonic device yang lebih sering disebut mnemonic saja berarti kiat-kiat
khusus yang biasa dijadikan “alat pengait” mental untuk memasukkan item-item
informasi kedalam memori siswa. Ragam mnemonic ini banyak ragamnya tetapi yang
paling menonjol adalah sebagai berikut:
a. Rima (
Rhyme ), yaitu sajak yang dibuat sedemikian rupa yang isinya terdiri atas kata
dan istilah yang harus diingat siswa. Sajak ini akan lebih baik pengaruhnya
apabila diberi not-not sehingga dapat dinyanyikan. Contohnya seperti nyanyian
anak-anak TK yang berisi pesan-pesan moral.
b. Singkatan,
yakni terdiri dari huruf-huruf awal nama atau istilah yang harus diingat siswa.
Contoh jika seorang siswa hendak mengingat nama Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi
Ibrahim dan Nabi Musa, mereka dapat menyingkatnya menjadi ANIM. Pembuatan
singkatan seyogyanya dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat menarik dan
memberi kesan tersendiri.
c. Sistem
kata pasak ( peg word system), yakni sejenis teknik mnemonik yang menggunakan
komponen-komponen yang sebelumnya telah dikuasai sebagai pasak (paku) pengait
memeori baru. Kata komponen pasak ini dibentuk berpasangan seperti merah-saga,
panas-api. Kata-kata ini berguna untuk mengingat kata dan istilah yang memiliki
watak yang sama seperti darah, lipstik, pasangan langit dan bumi; neraka dan
kata atau istilah lain yang memiliki kesamaan watak (warna, rasa, dan
seterusnya).
d. Model Losai (
Method of Loci ), yaitu kiat mnemonik yang menggunakan tempat-tempat khusus dan
terkenal sebagai sarana penempatan kata dan istilah tertentu yang harus diingat
siswa. Kata “Loci” sendiri adalah jamak dari kata “lokus” yang artinya tempat.
Dalam hal ini nama-nama kota, jalan, dan gedung yang terkenal dapat dipakai
untuk menempatkan kata dan istilah yang kurang lebih relevan, dalam arti
memiliki kemiripan ciri dan keadaan. Contoh: nama ibukota Amerika Serikat untuk
mengingat nama presiden pertama negara itu (George Washington).
e. Sistem
Kata Kunci ( Key Word System ), kiat yang satu ini masih tergolong baru
dibandingkan kiat-kiat yang lainnya. Kiat ini dikembangkan oleh Raugh dan
Atkinsen. Sistem ini biasanya direkayasa secara khusus untuk mempelajari kata
dan istilah asing, Inggris misalnya. Sistem ini berbentuk daftar kata yang
terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut: i) kata-kata asing, ii) kata-kata
kunci, yakni kata-kata bahasa lokal yang paling kurang suku pertamanya memiliki
suara atau lafal yang mirip dengan kata yang dipelajari, iii) arti kata asing
yang dipelajari. Contoh: Kata Inggris Kata Kunci Arti Astute Butterfly
Challenge Domination Eyesight Fussy Astuti Baterai Celeng Domino Aisyah Fauzy
Cerdik, lihai Kupu-kupu Tantangan Penguasaan Penglihatan Cerewet
4. Pengelompokan maksud kiat pengelompokan (Clustering) adalah menata
ulang item-item materi menjadi kelompok-kelompok kecil yang dianggap lebih
logis dalam arti bahwa item-item tersebut memiliki signifikasi dan lafal yang
sama atau sangat mirip. Penataan atau pengelompokan ini direkayasa sedemikian
rupa dalam bentuk daftar-daftar item seperti: a. Daftar I, terdiri atas
nama-nama negara serumpun, seperti: Indonesia, Malaysia, Brunai dan seterusnya;
b. Daftar II, terdiri atas singkatan-singkatan lembaga negara, seperti MPR,
DPR, dan seterusnya: c. Daftar III, terdiri dari singkatan-singkatan nama-nama
badan internasional, seperti: WHO, ILO, dan sebagainya.
5. Latihan Terbagi Latihan terbagi atau
distributed practice adalah latihan terkumpul (massed pratice), yang sudah
dianggap tidak efektif lagi karena mendorong siswa membuat cramming, yakni
belajar banyak materi dengan tergesa-gesa dalam waktu yang singkat. Dalam
melaksanakan distributed practice, siswa dapat menggunakan berbagai metode dan
strategi belajar yang efisien.
6. Pengaruh Letak Bersambung Untuk memperoleh
efek positif dari pengaruh letak bersambung (the serial position effect), siswa
dianjurkan menyusun daftar kata-kata (nama, istilah, dan sebagainya) yang
diawali dan diakhiri dengan kata-kata yang harus diingat. Kata-kata yang harus
diingat oleh siswa tersebut sebaiknya ditulis dengan menggunakan huruf dan
warna yang mencolok agar tampak sangat berbeda dari kata-kata lainnya yang
tidak perlu diingat. Dengan demikian kata yang ditulis pada awal dan akhir
daftar tersebut memberi kesan tersendiri dan diharapkan melekat erat dalam
subsistem akal permanen siswa.
2.4 Transfer Belajar
a.pengertian
transfer belajar
Istilah “transfer belajar”
berasal dari bahasa Inggris “transfer of learning” dan berarti ;
pemindahan atau pengalihan hasil belajar yang diperoleh dalam bidang studi yang
satu ke bidang studi yang lain atau ke kehidupan sehari-hari. Pemindahan
atau pengalihan itu menunjuk pada kenyataan, bahwa hasil belajar yang
diperoleh, digunakan di suatu bidang studi atau situasi di luar lingkup
pendidikan. Pemindahan atau pengalihan itu menunjuk pada kenyataan, bahwa hasil
belajar yang diperoleh, digunakan di suatu bidang atau situasi di luar lingkup
bidang studi di mana hasil itu mula-mula diperoleh.
Kata
“pemindahan ketrampilan” tidak berkonotasi hilangnya ketrampilan melakukan
sesuatu pada masa lalu karena diganti dengan ketrampilan baru pada masa
sekarang. Misalnya, hasil belajar di cabang olahraga main bola tangan,
digunakan dalam belajar main basket, dan lain-lain. Berkat
pemindahan atau pengalihan hasil belajar itu, seseorang memperoleh keuntungan
atau mengalami hambatan dalam mempelajari sesuatu di bidang studi yang lain
atau dalam pengaturan kehidupan sehari-hari.
b. Teori-Teori Transfer Belajar
Secara umum para ahli berpendapat bahwa trasfer dalam
belajar itu bisa terjadi, akan tetapi, apa yang sebenarnya hakekat trasfer itu
dan bagaimana dalam belajar, Para ahli berbeda pendirian. Yang secara garis
besar dapat dibedakan menjadi tiga teori yaitu:
a. Teori Disiplin Formal/Ilmu Jiwa Daya
Bertitik tolak dari anggapan bahwa jiwa manusia terdiri
dari berbagai daya seperti daya ingat dan daya pikir, maka mereka beranggapan
bahwa transfer belajar hanya dapat terjadi bila “diperkuat” dan “didisiplinkan”
dengan latihan-latihan yang keras dan terus menerus. Setelah daya-daya tersebut
terlatih maka akan mudah terjadi transfer secara otomatis ke bidang-bidang
lain.
b. Teori Elemen Identik/Ilmu Jiwa Asosiasi
William James dan Edward Thorndike berpendapat bahwa transfer hanya akan terjadi
bila dalam situasi yang baru terdapat unsur-unsur yang sama (identical
elements) dengan situasi terdahulu yang telah dipelajari. Misalnya, individu
yang telah lihai naik sepeda motor honda, ia tidak akan mengalami kesulitan
bila mengendarai motor merk suzuki, karena sepeda motor ini mempunyai banyak
unsur yang sama, maka bila sekolah menghendaki terjadinya transfer, bahan-bahan
pelajaran harus dan mempunyai unsur-unsur kesamaan dengan kehidupan masyarakat.
c. Teori Generalisasi
Peletak pandangan ini adalah Charles Judd, ia beranggapan
bahwa transfer bisa terjadi bila situasi baru dan situasi lama telah dipelajari
mempunyai kesamaan prinsip, pola atau struktur, tidak kesamaan unsur-unsur.
Seseorang memahami prinsip demokrasi akan mampu mengamalkan dalam situasi yang
berbeda, demikian pula prinsip ekonomi, hukum, pendidikan dan lain-lain. Ketiga
teori diatas, sampai sekarang masih menunjukkan kebenaran, kemampuan berfikir
logis sistematis, ternyata cukup membantu dibidang-bidang lain (Ilmu Jiwa Daya).
Unsur-unsur yang sama atau pola-pola yang mirip bila dipahami betul orangpun
tertolong dalam menghadapi situasi yang sama sekali baru (elemen identik dan
generasi).
c.Macam-macam Transfer belajar
Gegne seorang pakar psikologi
pendidikan, tranfer dalam belajar dapat di golongkan ke dalam empat kategori,
yaitu :
1. Transfer positif
Transfer
yang berefek lebih baik terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Transfer positif
yakni belajar dalam situasi yang dapat membangtu belajar dalam situasi-situasi
lain. “Memperoleh keuntungan’ berarti bahwa pemindahan atau pengalihan hasil
belajar itu berperanan positif, yaitu mempermudah dan menolong dalam menghadapi
tugas belajar yang lain dalam rangka kurikul di keskolah atau dalam mengatur
kehidupan seharihari, transfer belajar demikian tersebut disebut “transfer
positif”.
Transfer
positif, akan mudah terjadi pada diri seorang siswa apabila situasi belajarnya
dibuat sama atau mirip dengan situasi sehari-sehari yang akan ditempati ssiwa tersebut
kelak dalam mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan yang telah dipelajari
di sekolah. Misalnya, siswa yang telah pandai membaca Al-Qur’an akan
secara otomatis mudah belajar Bahasa Arab, karena ada kesamaan elemen
(sama-sama bertulisan arab). Pengetahuan tentang letak geografis suatu daerah,
akan sangat membantu dalam memahami masalah perekonomian yang dihadapi oleh
penghuni daerah itu, ketrampilan mengendarai sepeda motor akan mempermudah
belajar mengendarai kendaraan roda empat.
2. Transfer negatif
Transfer
yang berefek buruk terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Transfer negatif
dapat dialami seorang siswa apabila ia belajar dalam situasi tertentu yang
memiliki pengaruh merusak atau mengalami hamnbatan
terhadapketrampilan/pengetahuan yang dipelajari. “Mengalami
hambatan” berarti bahwa pemindahan atau pengalihan hasil belajar itu berperanan
negatif, yautu mempersukar dan mempersulit dalam menghadapi tugas belajar yang
lain dalam rangka kurikulum sekolah, atau dalam mengatur kehidupan sehari-hari,
transfer belajar yang demikian disebut “transfer negatif”.
Menghadapi
kemungkinan terjadinya tranfer negatif itu, yang penting bagi guru adalah
menyadari dan sekaligus menghindari para siswanya dari situasi-situasi belajar
tertentu yang diduga keras berpengaruh negatif terhadap kegiatan belajar para
siswa tersebut pada masa yang akan datang.
Misalnya, Ketrampilan
mengemudi kendaraan bermotor dalam arus lalu lintas yang bergerak disebelah
kiri jalan, yang diperoleh seseorang selama tinggal di Indonesia, akan
menimbulkan kesulitan bagi orang itu bila pindah ke salah satu negara Eropa
Barat, yang arus lalu lintasnya bergerak di sebelah kanan jalan.
pengetahaun akan semjumlah kata dalam bahasa Jerman, akan menghambat dalam
mempelajari dalam mengkomunikasikan pikiran dan perasaan kepada orang lain
selama bertahun-tahun sesudah tamat sekolah.
Individu
yang sudah terbiasa mengetik dengan menggunakan dua jari, kalau belajar
mengetik dengan sepuluh jari akan lebih banyak mengalami kesukaran daripada
orang yang baru belajar mengetik. Artinya, ketrampilan yang sebelumnya
sudah dimiliki menjadi penghambat belajar ketrampilan lainnya.
3. Transfer vertikal
Transfer
yang berefek baik terhadap kegiatan belajar/pengetahuan yang lebih tinggi.
Transfer vertikal (tegak lurus) dapat terjadi dalam diri seorang siswa
apabila pelajaran yang telah dipelajari dalam situasi tertentu membantu siswa
tersebut dalam menguasai pengetahuan/ketrampilan yang lebih tinggi atau rumit.
Misalnya,
seorang ssiwa SD yang telah menguasai psrinsip penjumlahan dan pengurangan pada
waktu duduk di kelas II akan mudah mempelajari perkalian pada waktu dia duduk
di kelas III.
4. Transfer lateral
Transfer
yang berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan/ketrampilan yang
sederajat. Tranfer lateral (ke arah samping) dapat terjadi dalam diri seorang
siswa apabila ia mampu menggunakan materi yang telah dipelajarinya untuk
mempelajari materi yang sama kerumitannya dalam situasi-situasi yang lain.
Dalam hal ini, perubahan waktu dan tempat tidak mengurangi mutu hasil belajar
siswa tersebut.
Misalnya,
seorang lulusan STM yang telah menguasai tehknologi “X” dari sekolahnya dapat
menjalankan mesin tersebut di tempat kerjanya. Di samping itu juga mampu
mengikuti pelatihan menggunakan tekhnologi mesin-mesin lainnya yang mengandung
elemen dan kerumitan kurang lebih sama dengan mesin “X” tadi.
d. Faktor-Faktor Transfer Belajar
1.
Intelegensi
Individu
yang lancar dan pandai biasanya segera mampu menganalisa dan dapat melihat
hubungan logis, ia segera melihat unsur-unsur yang sama serta pola dasar atau
kaidah hukum, sehingga sangat mudah terjadi transfer.
2.
Sikap
Meskipun
orang mengerti dan memahami sesuatu serta hubungannya dengan yang lain, tetapi
pendirian/kecenderungannya menolak/sikap negatif, maka transfer tidak akan
terjadi, dan demikian sebaliknya.
3.
Materi Pelajaran
Biasanya
mata pelajaran yang mempunyai daerah berdekatan akan mudah terjadi transfer.
Contohnya: Matematika dengan Statistika, Ilmu Jiwa Daya dengan Sosiologi akan
lebih mudah terjadi transfer.
4.
Sistem Penyampaian Guru
Pendidik
yang senantiasa menunjukkan hubungan antara suatu pelajaran yang sedang dipelajari
dengan mata pelajaran yang lain atau dengan menunjuk kehidupan nyata yang
dialami anak, biasanya akan mudah terjadi transfer.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Lupa
(forgetting) ialah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau mereproduksi kembali
apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari
• Hilang
ingatan adalah hilangnya kemampuan untuk mengingat atau menimbulkan kembali
yang disebabkan oleh hilangnya item informasi dan pengetahuan dari akal kita.
•
Lupa disebabkan oleh gangguan konflik antara item-item informasi, tekanan
terhadap item-item yang sudah ada baik disengaja atupun tidak, perubahan
situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali,
perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses dan situasi belajar tertentu,
tidak pernah digunakannya materi pelajaran yang sudah dikuasai, dan perubahan
urat syaraf otak
•
Lupa dapat ditangani dengan berbagai cara seperti overlearning, extra study
time, mnemonic device, pengelompokan, latihan terbagi, dan pengaruh letak
bersambung
•
Transfer belajar adalah pemindahan-pemindahan kebiasaan berfikir, perasaan atau
pekerjaan, ilmu pengetahuan atau keterampilan, dari suatu keadaan ke keadaan
belajar yang lain
•
Dalam teori disiplin formal, transfer belajar hanya dapat terjadi bila
“diperkuat” dan “didisiplinkan” dengan latihan-latihan yang keras dan terus
menerus
•
Dalam teori elemen identik, transfer hanya akan terjadi bila dalam situasi yang
baru terdapat unsur-unsur yang sama (identical elements) dengan situasi terdahulu
yang telah dipelajari
•
Dalam teori generalisasi, transfer bisa terjadi bila situasi baru dan situasi
lama telah dipelajari mempunyai kesamaan prinsip, pola atau struktur, tidak
kesamaan unsur-unsur
•
Gagne, membedakan transfer belajar menjadi empat kategori yaitu transfer
positif, transfer negatif, transfer vertikal, dan transfer lateral.
•
Transfer positif yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar
selanjutnya
•
Transfer negatif yaitu transfer yang berefek buruk terhadap kegiatan belajar
selanjutnya
•
Transfer vertikal, yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar
pengetahuan/keterampilan yang lebih tinggi
•
Transfer lateral, yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar
pengetahuan/keterampilan yang sederajat
•
Faktor-faktor penyebab transfer belajar seperti intelegensi, sikap, materi
pelajaran, dan sistem penyampaian guru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar