Jumat, 13 Mei 2016

Lupa dan Transfer Dalam Belajar



Lupa dan Transfer Dalam Belajar
                                                                          





Disusun sebagai tugas :
Mata Kuliah         : psikologi pendidikan
Dosen Pengampu : Dra.Tity Hastuti,M.Pd

Disusun oleh:
Annisa Pernada(146410392)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

Universitas Islam Riau
2014-2015









BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Otak merupakan perangkat yang paling kompleks di dunia. Trilyunan sel otak memiliki fungsi spesifik tetapi saling berhubungan. Mengendalikan seluruh aspek fisik dan psikis manusia. Baik secara sadar maupun tak sadar. Kapasitas penyimpanan memori di dalam otak jauh melebihi kapasitas hardisk komputer terbesar sekalipun. Otak memiliki kemampuan menangani algoritma rumit secara bersamaan dalam jumlah tak terbatas, jauh melebihi kemampuan prosesor komputer tercanggih sekalipun. Tapi sayangnya manusia tidak mampu mengoptimalkan seluruh potensi otak tersebut, sehingga otak tidak memungkinkan semua jejak ingatan itu tersimpan terus dengan sempurna, melainkan berangsur-angsur akan menghilang. Tetapi ketika orang yang bersangkutan diminta untuk mengingat kembali hal yang sudah mulai terlupakan sebagian itu.
Manusia cenderung untuk menyempurnakan sendiri bagian-bagian yang terlupa tersebut dengan cara mengkreasikan sendiri detil-detil cerita itu. Akibatnya, sebuah cerita tentang suatu peristiwa yang pernah disaksikan oleh seseorang akan berubah-ubah dari masa ke masa. Makin lama jarak waktu antara kejadian awal dengan saat berceritera, maka makin banyak perubahannya.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan di atas, adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana perbedaan lupa dengan hilang dari ingatan?
2.      Bagaimana faktor-faktor penyebab lupa?
3.      Bagaimana usaha-usaha yang dapat mengurangi lupa?
4.      Apa yang dimaksud dengan transfer dalam?
1.3  Tujuan Penulisan
            Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas,adapun yang menjadi tujuan masalah dalam makalah iniadalah sebagai berikut:
1.      mengetahui perbedaan lupa dengan hilang dari ingatan
2.      mengetahui faktor-faktor penyebab lupa
3.      mengetahui usaha-usaha yang dapat mengurangi lupa
4.      mengetahui apa yang dimaksud dengan transfer dalam








BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Lupa
Lupa ialah peristiwa tidak dapat memproduksikan tanggapan-tanggapan kita, sedang ingatan kita sehat. (Agus Suyanto, 1993: 46), adapula yang mengartikan lupa sebagai suatu gejala di mana informasi yang telah disimpan tidak dapat ditemukan kembali utnuk digunakan. (Irwanto, 1991: 150).
Muhibbinsyah (1996) dalam bukunya yang berjudul psikologi pendidikan mengartikan lupa sebagai hilangnya kemampuan untuk menyebut kembali atau memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari secara sederhana. Gulo (1982) dan Reber (1988) mendefinisikan lupa sebagai ketidak mampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dialami atau dipelajari, dengan demikian lupa bukanlah peristiwa hilangnya item informasi dan pengetahuan dari akal kita.

2.2  Perbedaan Lupa dengan Hilang dari Ingatan
Kerapkali pengertian “lupa” dan “hilang” secara spontan dianggap sama, padahal apa yang dilupakan belum tentu hilang dalam ingatan begitu saja. Hasil penelitian dan refleksi atas pengalaman belajar di sekolah, memberikan petunjuk bahwa segala sesuatu yang pernah dicamkan dan dimasukan dalam ingatan, tetap menjadi milik pribadi dan tidak menghilang tanpa bekas.
Dengan kata lain, kenyataan bahwa seseorang tidak dapat mengingat sesuatu, belum berarti hal itu hilang dari ingatannya, seolah-olah hal yang pernah dialami atau dipelajari sama sekali tidak mempunyai efek apa-apa. (Winkel, 1989: 291) sejumlah kesan yang telah didapat sebagai buah dari pengalaman belajar tidak akan pernah hilang, tetapi kesan-kesan itu mengendap ke alam bawah sadar. Bila diperlukan kembali kesan-kesan terpilih akan terangkat ke alam sadar.
Penggalian kesan-kesan terpilih bisa karena kekuatan “asosiasi” atau bisa juga karena kemauan yang keras melakukan “reproduksi” dengan pengandalan konsentrasi. Oleh karena itu, tepat apa yang pernah dikemukakan oleh gula (1982) dan Reber (1988) bahwa lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu  yang pernah dipelajari atau dialami. (Muhibbin Syah, 1999: 151) jadi, lupa bukan berarti hilang, sesuatu yang terlupakan tentu saja masih dimiliki dan tersimpan di alam bawah sadar, sedangkan sesuatu yang hilang tentu saja tidak tersimpan dalam alam bawah sadar.
            Gangguan-gangguan yang menyebabkan terjadinya lupa, baik dalam ingatan jangka panjang maupun jangka pendek ditunjang oleh hasil-hasil penelitian, bahwa informasi-informasi yang baru didapat membingungkan informasi-informasi yang lama disebut “inhibisi retroaktif” atau gangguan retroaktif. Sebaliknya, bila informasi-informasi yang lama menyulitkan orang untuk mengingat kembali informasi-informasi yang baru dinamakan “inhibisi proaktif” atau gangguan proaktif. (Mahmud, 1990: 136).

2.3  Faktor Penyebab Lupa
1.         lupa terjadi karena gangguan konflik antara item-item informasi atau materi yang ada dalam sistem memori siswa. Dalam interfence theory (teori mengenai gangguan), gangguan konflik ini terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1)   proactive interference,
2) retroactive interference (Reber, 1988; Best, 1989; Anderson, 1990).
Seorang siswa akan mengalami gangguan proaktifapabila materi pelajaran yang sudah lama tersimpan dalam subsistem akal permanennya mengganggu masuknya materi pelajaran baru. Peristiwa ini terjadi apabila siswa tersebut mempelajari sebuah materi pelajaran yang sangat mirip dengan materi pelajaran yang telah dikuasainya dalam tenggang waktu yang pendek. Dalam hal ini, materi yang baru saja dipelajari akan sangat sulit diingat adatu diproduksi kembali.
Sebaliknya, seorang siswa akan mengalami gangguan retroaktifapabila materi pelajaran baru membawa konflik dan gangguan terhadap kembali materi pelajaran lama yang telah lebih dahulu tersimpan dalam subsistem akal permanen siswa tersebut. Dalam hal ini, materi pejaran lama kan sangat sulit diingat atau diproduksi kembali. Dengan kata lain, siswa tersebut lupa akan materi pelajaran lama tersebut.
2.         lupa dapat terjadi pada seorang siswa karena adanya tekanan terhadap item yang telah ada, baik sengaja ataupun tidak. Penekanan ini terjadi karena adanya kemungkinan.
a)    Karena item informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan dan sebagainya) yang diterima siswa kurang menyenangkan, sehingga ia dengan sengaja menekannya hingga ke alam ketidaksadaran.
b)   Karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item informasi yang telah ada, jadi sama dengan fenomena retroaktif.
c)    Karena item informasi yang akan direproduksi (diingat kembali) itu tertekan ke alam bawah sadar dengan sendirinya lantaran tidak pernah digunakan.

3.         lupa dapat terjadi pada siswa karena perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali (Anderson, 1990). Jika seorang siswa hanya mengenal atau mempelajari hewan jerapah atau kudanil lewat gambar-gambar yang ada di sekolah misalnya, maka kemungkinan ia akan lupa menybut nama hewan-hewan tadi ketika melihatnya di kebun binatang.
4.         lupa dapat terjadi karena perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses belajar mengajar dengan tekun dan serius, tetapi karna sesuatu hal sikap dan minat siswa tersebut menjadi sebaliknya (seperti karena ketidaksenangan kepada guru) maka materi pelajaran itu akan mudah terlupakan.
5.         menurut law of disuse (Hilgard & Bower 1975), lupa dapat terjadi karena materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunakan atau dihafalkan siswa. Menurut asumsi sebagian ahli, materi yang diperlakukan demikian denga sendirinya akan masuk ke alam bawah sadar atau mungkin juga bercampur aduk dengan materi pelajaran baru.
6.         lupa tentu saja dapat terjadi karena perubahan urat syaraf otak. Seorang siswa yang terserang penyakit tertentu seperti keracunan, kecanduan alkohol, dan geger otak akan kehilangan ingatan item-item informasi yang ada dalam memori permanennya.
Meskipun penyebab lupa itu banyak aneka ragamnya, yang paling penting untuk diperhatikan para guru adalah faktor pertama yang meliputi gangguan proaktif dan retroaktif, karena didukung oleh hasil riset dan eksperimen. Mengenai faktor keenam, tentu saja semua orang maklum.Kecuali gangguan proaktif dan retroaktif, ada satu lagi penemuan baru yang menyimpulkan bahwa lupa dapat dialami seorang siswa apabila item informasi yang ia serap rusak sebelum masuk ke memori permanennya. Item yang rusak (decay) itu tidak hilang dan tetap diproses oleh sistem memori siswa tadi, tetapi terlalu lemah untuk dipanggil kembali. Kerusakan item informasi tersebut mungkin disebabkan karena tennggang waktu (delay) antara waktu diserapnya item informasi dengan saat proses pengkodean dan transformasi dalam memori jangka pendek siswa tersebut (Best, 1989; Anderson, 1990).

2.3  Usaha-Usaha Mengurangi Lupa
Sebagai seorang pengajar yang profesional, seorang guru harus dapat mencegah peristiwa lupa yang sering dialami oleh siswa. Pada dasarnya lupa dapat ditangani dengan berbagai cara. Apabila materi yang disajikan kepada siswa dapat diserap, diproses, dan disimpan dengan baik oleh sistem memori siswa, maka peristiwa lupa tidak terjadi, atau terjadi namun tidak total. Jadi yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kiat pengjar membuat sistem memori atau akal siswa agar berfungsi secara optimal untuk memproses materi yang akan disampaikan. Kiat terbaik yang dapat dilakukan untuk mengurangi lupa adalah dengan meningkatkan daya ingat akal siswa. Menurut Barlow, Reber, dan Anderson, kiat-kiat tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Overlearning, artinya upaya belajar yang melebihi batas penguasaan dasar atas materi pelajaran tertentu. Overlearning dapat terjadi apabila respon atau reaksi tertentu muncul setelah siswa melakukan pembelajaran atas respon tersebut dengan cara diluar kebiasaan. Sebagai contoh pembacaan Pancasila setiap hari Senin pada Upacara Bendera memungkinkan siswa memiliki pemahanan lebih mengenai materi Pendidikan Pancasila.
2.    Extra Study Time adalah upaya penambahan alokasi waktu belajar atau penambahan frekuensi ( kekerapan ) waktu aktivitas belajar. Penambahan alokasi waktu belajar materi tertentu, berarti siswa menambah jam belajarnya. Misalnya, dengan menambah 30 menit waktu belajar siswa. Sedangkan penambahan frekuensi belajar berarti meningkatkan kekerapan belajar materi tertentu, misalnya dari sekali sehari menjadi dua kali sehari.
3.    Menemonic Device Muslihat memori atau mnemonic device yang lebih sering disebut mnemonic saja berarti kiat-kiat khusus yang biasa dijadikan “alat pengait” mental untuk memasukkan item-item informasi kedalam memori siswa. Ragam mnemonic ini banyak ragamnya tetapi yang paling menonjol adalah sebagai berikut:
a.    Rima ( Rhyme ), yaitu sajak yang dibuat sedemikian rupa yang isinya terdiri atas kata dan istilah yang harus diingat siswa. Sajak ini akan lebih baik pengaruhnya apabila diberi not-not sehingga dapat dinyanyikan. Contohnya seperti nyanyian anak-anak TK yang berisi pesan-pesan moral.
b.    Singkatan, yakni terdiri dari huruf-huruf awal nama atau istilah yang harus diingat siswa. Contoh jika seorang siswa hendak mengingat nama Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim dan Nabi Musa, mereka dapat menyingkatnya menjadi ANIM. Pembuatan singkatan seyogyanya dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat menarik dan memberi kesan tersendiri.
c.    Sistem kata pasak ( peg word system), yakni sejenis teknik mnemonik yang menggunakan komponen-komponen yang sebelumnya telah dikuasai sebagai pasak (paku) pengait memeori baru. Kata komponen pasak ini dibentuk berpasangan seperti merah-saga, panas-api. Kata-kata ini berguna untuk mengingat kata dan istilah yang memiliki watak yang sama seperti darah, lipstik, pasangan langit dan bumi; neraka dan kata atau istilah lain yang memiliki kesamaan watak (warna, rasa, dan seterusnya).
d.   Model Losai ( Method of Loci ), yaitu kiat mnemonik yang menggunakan tempat-tempat khusus dan terkenal sebagai sarana penempatan kata dan istilah tertentu yang harus diingat siswa. Kata “Loci” sendiri adalah jamak dari kata “lokus” yang artinya tempat. Dalam hal ini nama-nama kota, jalan, dan gedung yang terkenal dapat dipakai untuk menempatkan kata dan istilah yang kurang lebih relevan, dalam arti memiliki kemiripan ciri dan keadaan. Contoh: nama ibukota Amerika Serikat untuk mengingat nama presiden pertama negara itu (George Washington).
e.    Sistem Kata Kunci ( Key Word System ), kiat yang satu ini masih tergolong baru dibandingkan kiat-kiat yang lainnya. Kiat ini dikembangkan oleh Raugh dan Atkinsen. Sistem ini biasanya direkayasa secara khusus untuk mempelajari kata dan istilah asing, Inggris misalnya. Sistem ini berbentuk daftar kata yang terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut: i) kata-kata asing, ii) kata-kata kunci, yakni kata-kata bahasa lokal yang paling kurang suku pertamanya memiliki suara atau lafal yang mirip dengan kata yang dipelajari, iii) arti kata asing yang dipelajari. Contoh: Kata Inggris Kata Kunci Arti Astute Butterfly Challenge Domination Eyesight Fussy Astuti Baterai Celeng Domino Aisyah Fauzy Cerdik, lihai Kupu-kupu Tantangan Penguasaan Penglihatan Cerewet
4.  Pengelompokan  maksud  kiat pengelompokan (Clustering) adalah menata ulang item-item materi menjadi kelompok-kelompok kecil yang dianggap lebih logis dalam arti bahwa item-item tersebut memiliki signifikasi dan lafal yang sama atau sangat mirip. Penataan atau pengelompokan ini direkayasa sedemikian rupa dalam bentuk daftar-daftar item seperti: a. Daftar I, terdiri atas nama-nama negara serumpun, seperti: Indonesia, Malaysia, Brunai dan seterusnya; b. Daftar II, terdiri atas singkatan-singkatan lembaga negara, seperti MPR, DPR, dan seterusnya: c. Daftar III, terdiri dari singkatan-singkatan nama-nama badan internasional, seperti: WHO, ILO, dan sebagainya.
5.  Latihan Terbagi Latihan terbagi atau distributed practice adalah latihan terkumpul (massed pratice), yang sudah dianggap tidak efektif lagi karena mendorong siswa membuat cramming, yakni belajar banyak materi dengan tergesa-gesa dalam waktu yang singkat. Dalam melaksanakan distributed practice, siswa dapat menggunakan berbagai metode dan strategi belajar yang efisien.
6.  Pengaruh Letak Bersambung Untuk memperoleh efek positif dari pengaruh letak bersambung (the serial position effect), siswa dianjurkan menyusun daftar kata-kata (nama, istilah, dan sebagainya) yang diawali dan diakhiri dengan kata-kata yang harus diingat. Kata-kata yang harus diingat oleh siswa tersebut sebaiknya ditulis dengan menggunakan huruf dan warna yang mencolok agar tampak sangat berbeda dari kata-kata lainnya yang tidak perlu diingat. Dengan demikian kata yang ditulis pada awal dan akhir daftar tersebut memberi kesan tersendiri dan diharapkan melekat erat dalam subsistem akal permanen siswa.
2.4  Transfer Belajar
a.pengertian transfer belajar
Istilah “transfer belajar” berasal dari bahasa Inggris “transfer of learning” dan berarti ; pemindahan atau pengalihan hasil belajar yang diperoleh dalam bidang studi yang satu ke bidang studi yang lain atau ke kehidupan sehari-hari. Pemindahan atau pengalihan itu menunjuk pada kenyataan, bahwa hasil belajar yang diperoleh, digunakan di suatu bidang studi atau situasi di luar lingkup pendidikan. Pemindahan atau pengalihan itu menunjuk pada kenyataan, bahwa hasil belajar yang diperoleh, digunakan di suatu bidang atau situasi di luar lingkup bidang studi di mana hasil itu mula-mula diperoleh.
            Kata “pemindahan ketrampilan” tidak berkonotasi hilangnya ketrampilan melakukan sesuatu pada masa lalu karena diganti dengan ketrampilan baru pada masa sekarang.  Misalnya, hasil belajar di cabang olahraga main bola tangan, digunakan dalam belajar main basket, dan lain-lain.  Berkat pemindahan atau pengalihan hasil belajar itu, seseorang memperoleh keuntungan atau mengalami hambatan dalam mempelajari sesuatu di bidang studi yang lain atau dalam pengaturan kehidupan sehari-hari.
b. Teori-Teori Transfer Belajar
Secara umum para ahli berpendapat bahwa trasfer dalam belajar itu bisa terjadi, akan tetapi, apa yang sebenarnya hakekat trasfer itu dan bagaimana dalam belajar, Para ahli berbeda pendirian. Yang secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga teori yaitu:
a. Teori Disiplin Formal/Ilmu Jiwa Daya
Bertitik tolak dari anggapan bahwa jiwa manusia terdiri dari berbagai daya seperti daya ingat dan daya pikir, maka mereka beranggapan bahwa transfer belajar hanya dapat terjadi bila “diperkuat” dan “didisiplinkan” dengan latihan-latihan yang keras dan terus menerus. Setelah daya-daya tersebut terlatih maka akan mudah terjadi transfer secara otomatis ke bidang-bidang lain.
b. Teori Elemen Identik/Ilmu Jiwa Asosiasi
William James dan Edward Thorndike  berpendapat bahwa transfer hanya akan terjadi bila dalam situasi yang baru terdapat unsur-unsur yang sama (identical elements) dengan situasi terdahulu yang telah dipelajari. Misalnya, individu yang telah lihai naik sepeda motor honda, ia tidak akan mengalami kesulitan bila mengendarai motor merk suzuki, karena sepeda motor ini mempunyai banyak unsur yang sama, maka bila sekolah menghendaki terjadinya transfer, bahan-bahan pelajaran harus dan mempunyai unsur-unsur kesamaan dengan kehidupan masyarakat.
c. Teori Generalisasi
Peletak pandangan ini adalah Charles Judd, ia beranggapan bahwa transfer bisa terjadi bila situasi baru dan situasi lama telah dipelajari mempunyai kesamaan prinsip, pola atau struktur, tidak kesamaan unsur-unsur. Seseorang memahami prinsip demokrasi akan mampu mengamalkan dalam situasi yang berbeda, demikian pula prinsip ekonomi, hukum, pendidikan dan lain-lain. Ketiga teori diatas, sampai sekarang masih menunjukkan kebenaran, kemampuan berfikir logis sistematis, ternyata cukup membantu dibidang-bidang lain (Ilmu Jiwa Daya). Unsur-unsur yang sama atau pola-pola yang mirip bila dipahami betul orangpun tertolong dalam menghadapi situasi yang sama sekali baru (elemen identik dan generasi).
c.Macam-macam Transfer belajar
Gegne seorang pakar psikologi pendidikan, tranfer dalam belajar dapat di golongkan ke dalam empat kategori, yaitu :
1.     Transfer positif
            Transfer yang berefek lebih baik terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Transfer positif yakni belajar dalam situasi yang dapat membangtu belajar dalam situasi-situasi lain. “Memperoleh keuntungan’ berarti bahwa pemindahan atau pengalihan hasil belajar itu berperanan positif, yaitu mempermudah dan menolong dalam menghadapi tugas belajar yang lain dalam rangka kurikul di keskolah atau dalam mengatur kehidupan seharihari, transfer belajar demikian tersebut disebut “transfer positif”.
             Transfer positif, akan mudah terjadi pada diri seorang siswa apabila situasi belajarnya dibuat sama atau mirip dengan situasi sehari-sehari yang akan ditempati ssiwa tersebut kelak dalam mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan yang telah dipelajari di sekolah.  Misalnya, siswa yang telah pandai membaca Al-Qur’an akan secara otomatis mudah belajar Bahasa Arab, karena ada kesamaan elemen (sama-sama bertulisan arab). Pengetahuan tentang letak geografis suatu daerah, akan sangat membantu dalam memahami masalah perekonomian yang dihadapi oleh penghuni daerah itu, ketrampilan mengendarai sepeda motor akan mempermudah belajar mengendarai kendaraan roda empat.
2.    Transfer negatif
            Transfer yang berefek buruk terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Transfer negatif dapat dialami seorang siswa apabila ia belajar dalam situasi tertentu yang memiliki pengaruh merusak  atau mengalami hamnbatan terhadapketrampilan/pengetahuan yang dipelajari.   “Mengalami hambatan” berarti bahwa pemindahan atau pengalihan hasil belajar itu berperanan negatif, yautu mempersukar dan mempersulit dalam menghadapi tugas belajar yang lain dalam rangka kurikulum sekolah, atau dalam mengatur kehidupan sehari-hari, transfer belajar yang demikian disebut “transfer negatif”. 
            Menghadapi kemungkinan terjadinya tranfer negatif itu, yang penting bagi guru adalah menyadari dan sekaligus menghindari para siswanya dari situasi-situasi belajar tertentu yang diduga keras berpengaruh negatif terhadap kegiatan belajar para siswa tersebut pada masa yang akan datang.
            Misalnya, Ketrampilan mengemudi kendaraan bermotor dalam arus lalu lintas yang bergerak disebelah kiri jalan, yang diperoleh seseorang selama tinggal di Indonesia, akan menimbulkan kesulitan bagi orang itu bila pindah ke salah satu negara Eropa Barat, yang arus lalu lintasnya bergerak di sebelah kanan jalan.   pengetahaun akan semjumlah kata dalam bahasa Jerman, akan menghambat dalam mempelajari dalam mengkomunikasikan pikiran dan perasaan kepada orang lain selama bertahun-tahun sesudah tamat sekolah.
             Individu yang sudah terbiasa mengetik dengan menggunakan dua jari, kalau belajar mengetik dengan sepuluh jari akan lebih banyak mengalami kesukaran daripada orang yang baru belajar mengetik.  Artinya, ketrampilan yang sebelumnya sudah dimiliki menjadi penghambat belajar ketrampilan lainnya.
3.     Transfer vertikal
                     Transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar/pengetahuan yang lebih tinggi. Transfer vertikal (tegak lurus) dapat terjadi  dalam diri seorang siswa apabila pelajaran yang telah dipelajari dalam situasi tertentu membantu siswa tersebut dalam menguasai pengetahuan/ketrampilan yang lebih tinggi atau rumit.
                   Misalnya, seorang ssiwa SD yang telah menguasai psrinsip penjumlahan dan pengurangan pada waktu duduk di kelas II akan mudah mempelajari perkalian pada waktu dia duduk di kelas III.
4.    Transfer lateral
                    Transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan/ketrampilan yang sederajat. Tranfer lateral (ke arah samping) dapat terjadi dalam diri seorang siswa apabila ia mampu menggunakan materi yang telah dipelajarinya untuk mempelajari materi yang sama kerumitannya dalam situasi-situasi yang lain. Dalam hal ini, perubahan waktu dan tempat tidak mengurangi mutu hasil belajar siswa tersebut.
                     Misalnya, seorang lulusan STM yang telah menguasai tehknologi “X” dari sekolahnya dapat menjalankan mesin tersebut  di tempat kerjanya. Di samping itu juga mampu mengikuti pelatihan menggunakan tekhnologi mesin-mesin lainnya yang mengandung elemen dan kerumitan kurang lebih sama dengan mesin “X” tadi.
d. Faktor-Faktor Transfer Belajar
1. Intelegensi
Individu yang lancar dan pandai biasanya segera mampu menganalisa dan dapat melihat hubungan logis, ia segera melihat unsur-unsur yang sama serta pola dasar atau kaidah hukum, sehingga sangat mudah terjadi transfer.
2. Sikap
Meskipun orang mengerti dan memahami sesuatu serta hubungannya dengan yang lain, tetapi pendirian/kecenderungannya menolak/sikap negatif, maka transfer tidak akan terjadi, dan demikian sebaliknya.
3. Materi Pelajaran
Biasanya mata pelajaran yang mempunyai daerah berdekatan akan mudah terjadi transfer. Contohnya: Matematika dengan Statistika, Ilmu Jiwa Daya dengan Sosiologi akan lebih mudah terjadi transfer.
4. Sistem Penyampaian Guru
Pendidik yang senantiasa menunjukkan hubungan antara suatu pelajaran yang sedang dipelajari dengan mata pelajaran yang lain atau dengan menunjuk kehidupan nyata yang dialami anak, biasanya akan mudah terjadi transfer.















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Lupa (forgetting) ialah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau mereproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari
• Hilang ingatan adalah hilangnya kemampuan untuk mengingat atau menimbulkan kembali yang disebabkan oleh hilangnya item informasi dan pengetahuan dari akal kita.
• Lupa disebabkan oleh gangguan konflik antara item-item informasi, tekanan terhadap item-item yang sudah ada baik disengaja atupun tidak, perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali, perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses dan situasi belajar tertentu, tidak pernah digunakannya materi pelajaran yang sudah dikuasai, dan perubahan urat syaraf otak
• Lupa dapat ditangani dengan berbagai cara seperti overlearning, extra study time, mnemonic device, pengelompokan, latihan terbagi, dan pengaruh letak bersambung
• Transfer belajar adalah pemindahan-pemindahan kebiasaan berfikir, perasaan atau pekerjaan, ilmu pengetahuan atau keterampilan, dari suatu keadaan ke keadaan belajar yang lain
• Dalam teori disiplin formal, transfer belajar hanya dapat terjadi bila “diperkuat” dan “didisiplinkan” dengan latihan-latihan yang keras dan terus menerus
• Dalam teori elemen identik, transfer hanya akan terjadi bila dalam situasi yang baru terdapat unsur-unsur yang sama (identical elements) dengan situasi terdahulu yang telah dipelajari
• Dalam teori generalisasi, transfer bisa terjadi bila situasi baru dan situasi lama telah dipelajari mempunyai kesamaan prinsip, pola atau struktur, tidak kesamaan unsur-unsur
• Gagne, membedakan transfer belajar menjadi empat kategori yaitu transfer positif, transfer negatif, transfer vertikal, dan transfer lateral.
• Transfer positif yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar selanjutnya
• Transfer negatif yaitu transfer yang berefek buruk terhadap kegiatan belajar selanjutnya
• Transfer vertikal, yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan/keterampilan yang lebih tinggi
• Transfer lateral, yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan/keterampilan yang sederajat
• Faktor-faktor penyebab transfer belajar seperti intelegensi, sikap, materi pelajaran, dan sistem penyampaian guru.
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar